HAKI | Hukum dan Teknologi | Pidana

TANGGUNG JAWAB E-COMMERCE TERHADAP BARANG PALSU PADA PLATFORMNYA

oleh Ihza Haydar Putra, S.H.

Mengenai barang palsu dapat disetarakan dengan pelanggaran terhadap hak cipta, sehingga ketentuannya merujuk  pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) sebagai berikut:

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelahbsuatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta

Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Pasal 10 UU Hak Cipta

Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikeolalnya.

Mengenai sanksi pelanggaran hak cipta oleh pengelola tempat dagangan

Pasal 114 UU Hak Cipta memberikan sanksi pada Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikeolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Namun aturan tersebut tidak berlaku mutlak terhadap semua penyelola tempat perdagangan, khususnya mengenai penjualan melalui platform (e-commerce) dikarenakan adanya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang (Merchant) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Electronic Commerce) yang Berbentuk User Granted Content (SE Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016).

Pada aturan tersebut dikenal istilah mengenai User Generated Content (UGC), UGC adalah istilah Platform (Aplikasi E-Commerce) dimana masyarakat dapat mengajukan diri menjadi anggota atau memiliki platform serta memasukkan data dan/atau informasi ke dalam platform dan platform hanya menyediakan informasi penjual,barang dan/atau jasa yang dijual secara online. Dalam Huruf C angka 2 surat edaran tersebut, dijelaskan bahwa platform marketplace bertanggung jawab atas penyelenggaraan sistem elektronik dan pengelolaan konten di dalam platform secara andal, aman, dan bertanggung jawab. Namun, terdapat pengecualian jika kesalahan dan/atau kelalaian dari pihak pedagang (merchant) atau pengguna platform.

Pada Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016 Tanggung jawab Penyedia Platform (Aplikasi E-Commerce) hanya terbatas pada tenggat waktu penghapusan konten yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual dan Peraturan perundang-undangan. Sedangkan tanggung jawab mengenai kebenaran informasi yang diunggah pada platform e-commerce adalah merupakan tanggung jawab merchant sebagai pengguna platform. Sehingga dalam kasus ini penyedia platform tidak dapat dikenakan kesalahan.

Untuk menghindari adanya barang palsu yang merugikan masyarakat khususnya pengguna platform (e-commerce) maka terdapat aturan untuk mengatur hal tersebut lebih lanjut yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang mengatur adanya sarana penerimaan laporan atau aduan masyarakat terhadap keberadaan konten informasi elektronik illegal ataupun penyalahgunaan ruang pada Sistem Elektronik. Dalam hal belum terdapat layanan laporan atau aduan maka Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dapat dikenai dengan sanksi administrative.

Advertisements