Advokat | Artikel | Hukum Islam | Hukum Perdata | Legalisasi | Pembuatan Akta Notariil | Pembuatan Berkas Sidang | Perdata | Perjanjian | Perjanjian | Perjanjian kawin | Uncategorized

Perjanjian Pranikah Perlukah?

Perjanjian Pranikah Perlukah?

Oleh: Assyifa Umaiya Umar

Kira-kira kapan ya waktu yang tepat untuk membuat perjanjian pranikah? Halo sobat hukum, perjanjian pranikah berlaku saat masih dalam masa perkawinan sehingga membuat Perjanjian Pranikah juga pada masa waktu pernikahan atau bahkan sebelum pernikahan.

Hal yang perlu sobat hukum ketahui bahwa jika tidak menginginkan adanya perjanjian pranikah maka perjanjian pranikah menjadi tidak wajib. Sehingga, perjanjian pranikah ini merupakan pilihan opsional. Berkenaan dengan itu, bahwasannya jika tidak ada perjanjian pranikah maka hasil dan pendapatan suami-istri termasuk dalam harta bersama sebagaimana Pasal 146 KUH Perdata.

Perjanjian pranikah tidak cukup hanya pengucapan janji secara lisan saja. Perjanjian Pranikah merupakan perjanjian tertulis yang sah secara hukum dan memerlukan persetujuan atau pengesahan dari pihak yang berwenang seperti pegawai pencatat perkawinan atau notaris sebelum atau saat perkawinan berlangsung.

Syarat Pembuatan Perjanjian Pranikah apa saja ya? Berikut syarat-syarat yang wajib sobat hukum penuhi:

  1. Kartu Tanda Penduduk (KTP) calon suami isteri, atau suami isteri;
  2. Kartu Keluarga (KK) calon suami isteri, atau suami isteri;
  3. Fotokopi akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya;
  4. Kutipan akta perkawinan/Buku Nikah.

Kira-kira Perjanjian Pranikah mengatur hal apa saja ya? Dan apa saja larangan yang ada dalam pembuatan perjanjian pranikah? Mari kita ulas!!

  1. Pemisahan harta, dalam perjanjian ini pembagian harta akan semakin jelas baik untuk suami maupun isteri. Berkenaan dengan pencampuran harta atau penghasilan, pasangan menikah yang menginginkan pemisahan harta maka dapat mengaturnya dalam perjanjian tersebut;
  2. Pemisahan utang, dengan kata lain utang yang merupakan perolehan suami atau isteri dalam perkawinan menjadi tanggungan suami atau isteri;
  3. Hak asuh anak terjadi perceraian. Sebagai contoh, bila salah satu pasangan selingkuh dan berakhir dengan perceraian maka anak akan ikut pihak yang masih menjaga janji suci pernikahan;
  4. Hak dan kewajiban selama pernikahan, segala kesepakatan bersama yang perlu percatatan secara tertulis. Contohnya, istri masih dapat bekerja setelah menikah dengan syarat tidak menghilangkan tanggung jawabnya sebagai ibu.

Sedangkan menurut KUH Perdata  Hal yang dilarang dalam sebuah perjanjian pranikah yaitu:

  1. Berdasarkan Pasal 139 KUH Perdata perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum;
  2. Bahwa Pasal 140 KUH Perdata menerangkan bahwa perjanjian perkawinan tidak boleh mengurangi hak-hak suami, hak sebagai ayah, kepala rumah tangga, dan hak-hak lain sebagaimana diatur dalam undang-undang.
  3. Menurut Pasal 141 KUH Perdata baik suami atau isteri yang mana dalam perjanjian tersebut tidak boleh melepaskan hak atas warisan keturunan termasuk mengatur warisan itu;
  4. Sebagaimana penjelasan Pasal 142 KUH Perdata bahwa suami isteri tidak boleh membuat perjanjian yang membuat salah satu pihak mempunyai kewajiban utang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.

 

Hal di atas merupakan pembahasan mengenai perjanjian pranikah. Ingin mengetahui informasi terbaru mengenai hukum? Kunjungi laman kami di www.jogjalaw.com atau ikuti instagram kami di @jogjalaw.

Advertisements