Advokat | Artikel | Fidusia | Hukum Perdata | Perdata | Uncategorized

Pemberlakuan Eksekusi Jaminan Fidusia

oleh: Ihza Haydar Putra, S.H.

Dalam kehidupan sehari-hari erat kaitannya dengan alat transportasi untuk berpergian ke tujuan masing-masing. Namun tidak semua orang dalam membeli sebuah alat transportasi mampu membelinya secara kontan/cash, sehingga munculah lembaga pembiayaan yang dapat memfasilitasi pembelian alat transportasi/kendaraan secara pembayaran berkala/angsuran atau disebut juga kredit.

Dalam memberikan sebuah pembiayaan berupa kredit, lembaga pembiayaan pastinya membutuhkan suatu jaminan bahwa orang yang melakukan kredit (debitor) akan melaksanakan pembayaran angsuran secara tepat waktu. Untuk memfasilitasi hal tersebut muncullah suatu jaminan yang disebut dengan Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Jaminan fidusia Menurut Pasal 15 Undang-undang 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa Jaminan Fidusia Dalam Sertifikat Jaminana Fidusia sebagaimana dimaksud dalam dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dimana kata tersebut bermakna Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sehingga Apabila orang yang melakukan kredit (debitor) cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Yang kemudian dijelaskan pada bagian penjelasan Undang-undang a quo bahwa Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Namun hal ini pada praktiknya sering menimbulkan sengeta yang salah satunya adalah penarikan kendaraan secara paksa ditengah jalan oleh Penerima Jaminan Fidusia. Kemudian pada tahun 2019 terdapat Juridicial Review mengenai Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang putusannya tertuang pada putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021. Yang pada intinya majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut sehingga dalam hal debitur cidera janji, kreditur tidak dapat menyatakan cidera janji secara sepihak melainkan dengan kesepakatan bersama antara debitur dan kreditur. Kemudian mengenai eksekusi kreditur tidak dapat melakukan eksekusi begitu saja terhadap benda yang dijaminkan fidusia melainkan dalam eksekusi harus ada penyerahan secara sukarela oleh debitur kepada kreditur.

Dalam hal tidak ada penyerahan sukarela maka kreditur harus menyelesaikan masalah ini melalui Pengadilan untuk menyatakan debitur cidera janji. Maka dengan adanya putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUUXIX/2021. Kreditur tidak bisa secara semena-mena melakukan eksekusi di tengah jalan melainkan harus ada kesepakatan mengenai cidera janji dan penyerahan sukarela oleh debitur terhadap benda yang dijaminkan fidusia. Dalam hal debitur keberatan untuk menyerahkan benda jaminan fidusia maka kreditur baru dapat mengeksekusi setelah adanya putusan pengadilan yang menyatakan debitur cidera janji.

Advertisements