Advokat | Artikel | Konsultasi Tatap Muka | Non Litigasi | Pembuatan Berkas Sidang | Pendampingan Laporan Polisi | Pidana

Apakah seseorang yang tertangkap menggunakan narkoba dapat tidak dipidana?

Oleh: Ihza Haydar Putra, SH

Bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia yang dapat
didukung dengan adanya obat perlu sekiranya diatur mengenai pengadaan narkotika jenis tertentu untuk digunakan sebagai obat. Hal ini dikarenakan narkotika pada satu sisi dapat menjadi sumber pengobatan dan ilmu pengetahuan, namun di satu sisi dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya.

Bahwa dengan fungsi dan dampak dari narkotika tersebut perlulah diatur sehingga memunculkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam perkara narkoba tidak semua kasus akan dilanjutkan dengan pemidanaan. Hal ini karena adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010 Tentang Penempatan penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial.

Peraturan Mahkamah Agung ini merupakan tindak lanjut dari adanya ketentuan Pasal 103 UU 35/2009 yang berbunyi:

  1. Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
    a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau
    perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah
    melakukan tindak pidana Narkotika; atau
    b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau
    perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah
    melakukan tindak pidana Narkotika.
  2. Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

 

Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010, terdapat beberapa syarat untuk
yang bersangkutan mendapat pengobatan dan/atau rehabilitasi, yaitu:

  1. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi
    tertangkap tangan ;
  2. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a dimana ditemukan barang bukti pemakaian 1
    (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :
    – sabu kurang dari 1 gram.
    – ekstasi kurang dari 2,4 gram atau sama dengan 8 butir.
    – Kelompok Heroin kurang dari 1,8 gram.
    – Kelompok Kokain kurang dari 1,8 gram.
    – Kelompok Ganja kurang dari 5 gram.
    – Daun Koka kurang dari 5 gram.
    – Meskalin kurang dari 5 gram.
    – Kelompok Psilosybin kurang dari 3 gram.
    – Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) kurang dari 2 gram.
    – Kelompok PCP (phencylidine) kurang dari 3 gram.
    – Kelompok Fentanil kurang dari 1 gram.
    – Kelompok Metadon kurang dari 0,5 gram.
    – Kelompok Morfin kurang dari 1,8 gram.
    – Kelompok Petidin kurang dari 0,96 gram.
    – Kelompok Kodein kurang dari 72 gram Kelompok.
    – Bufrenorfin kurang dari 32 mg.
  3. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik.
  4. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.
  5. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.

 

Dari Pasal 103 UU 39/2009 dan SEMA nomor 4 tahun 2010 tersebut dapat di tarik kesimpulan
bahwasannya orang yang tertangkap tangan tetap dapat diajukan rehabilitasi dengan syarat dan
ketentuan tersebut, dimana jumlah barang bukti sangat menentukan apakah akan mendapat
rehabilitasi atau tetap diproses penyidikan. Lebih lanjut mengenai residivis penyalahgunaan narkotika dan psikotropika juga dapat di diajukan rehabilitasi jika memenuhi syarat SEMA nomor 4 tahun 2010.

Demikian informasi hukum yang dapat diberikan, untuk mengetahui informasi selanjutnya tetap ikuti www.jogjalaw.com

Advertisements