Advokat | Artikel | Hukum Internasiona | Hukum Perdata | Humaniter | Konsultasi Tatap Muka | Non Litigasi | Pembuatan Berkas Sidang | Pendampingan Laporan Polisi | Perdata

Perdagangan Internasional dan Hukum: Implikasi Hukum dalam Perjanjian Perdagangan Bebas dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

Oleh: Veronica Anggie Sekarsari, SH

World Trade Organization merupakan kelanjutan dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang sudah ada sejak tahun 1947. WTO berbentuk organisasi internasional yang berurusan dengan peraturan dagang antar negara dan berlokasi di Jenewa, Switzerland. Perdagangan multilateral diatur oleh GATT 1947 yang hanya mengatur perundingan dibidang tarif, kemudian melalui Agreement the World Trade Organization yaitu persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia yang di tentukan oleh Menteri perdagangan anggota WTO di Marrakesh dan mulai berlaku pada 1 Januari 1994. Dengan adanya peraturan yang diikuti oleh negara-negara di dunia, WTO tidak dapat dipisahkan dengan perjanjian internasional. Perjanjian internasional tersebut dinegosiasikan dan ditandatangani oleh sebagian besar negara dagang di dunia dan diratifikasi. Indonesia bergabung menjadi salah satu anggota resmi dari organisasi perdagangan dunia WTO pada tanggal 1 Januari 1994 lalu meratifikasi Undang-Undang No 7 Tahun 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) Agreement Estabilishing The World Trade Organization pada  2 November 1994. Hingga kini WTO memiliki 160 negara anggota dan WTO menjadi wadah negosiasi sejumlah perjanjian mengenai aturan dan tarif perdagangan dunia.

 Dasar hukum Kebijakan Unifikasi dan Harmonisasi WTO

Pasal XIV Perjanjian Pembentukan WTO menyatakan :

“Each member shall ensure the conformity of its law, regulations and administrative procedure with its obligations as provided in the annexed agreements”

yang berarti

“Setiap anggota harus memastikan kebenaran, hukum, regulasi dan prosedur administrasi dengan obligasi seperti yang tertulis dalam perjanjian terlampir.”

Beberapa perjanjian dibawah piagam WTO :

  1. TRIPS
  2. Textiles and Clothing
  3. Agreement on Agriculture
  4. Sanitary and Phytosanitary Measures
  5. General Agreement of Trade in Services (GATS), dll.

 

WTO memiliki fungsi seperti tertulis dalam Pasal 3 Perjanjian WTO :

Fungsi WTO:

  1. WTO wajib memfasilitasi implementasi, administrasi dan operasi, dan lebih lanjut tujuan Perjanjian ini dan Perjanjian Perdagangan Multilateral, dan juga harus menyediakan kerangka pelaksanaan, administrasi dan pengoperasian Perjanjian Perdagangan Plurilateral.
  2. WTO wajib menyediakan forum perundingan di antara para Anggotanya mengenai hubungan perdagangan multilateral mereka dalam hal-hal yang diatur berdasarkan perjanjian dalam Lampiran Perjanjian ini. WTO juga dapat menyediakan forum untuk negosiasi lebih lanjut di antara Anggotanya mengenai hubungan perdagangan multilateral mereka, dan kerangka pelaksanaan hasil perundingan tersebut, sebagaimana dapat diputuskan oleh Konferensi Tingkat Menteri.
  3. WTO akan mengatur Pemahaman tentang Aturan dan Prosedur Pengaturan Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut “Sengketa Pemahaman Penyelesaian” atau “DSU”) dalam Lampiran 2 Perjanjian ini.
  4. WTO akan mengatur Mekanisme Tinjauan Kebijakan Perdagangan sebagaimana diatur dalam Lampiran 3 Perjanjian ini.
  5. Dengan tujuan mencapai koherensi yang lebih besar dalam pengambilan kebijakan ekonomi global, WTO harus bekerja sama, jika diperlukan, dengan Dana Moneter Internasional dan dengan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan dan instansi yang terafiliasi.

 

Prinsip2 hukum dalam WTO?

  1. Prinsip Nondiskriminasi (Non-discrimination)

Suatu kebijakan perdagangan yang harus dilaksanakan atas dasar non diskriminatif atau perlakuan yang sama untuk semua anggota. Prinsip ini terdiri dari 2 komponen yaitu peraturan MFN (Most Favored Nation) dan National Treatment. Prinsip MFN yaitu mewajibkan anggota untuk memberikan tarif dan perlakuan yang sama terhadap semua negara anggota. Sedangkan prinsip National Treatment adalah produk dari suatu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri. Jenis tindakan yang dilarang: pungutan dalam negeri, peraturan persyaratan yang mempengaruhi perdagangan. Semua negara anggota yang teriikat untuk memberikan negara-negara lainnya anggota perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor. Namun dikenal juga safeguard rule yaitu pengecualian terhadap negara berkembang.

  1. Prinsip perlindungan hanya melalui tarif

Perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.

  1. Prinsip Pengikatan Tarif (Tariff Binding)

Penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor dan ekspor.

  1. Prinsip Resiprositas (Reciprocity)

Dalam perundingan tarif didasarkan pada asas timbal balik saling menguntungkan kedua belah pihak.

  1. Prinsip perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang

Dikenal juga safeguard rule yaitu pengecualian terhadap negara berkembang.

Sengketa di WTO?

Ratifikasi yang dilakukan oleh anggota-anggota WTO termasuk Indonesia menyebabkan  timbulnya  dampak  hukum eksternal  ataupun  internal  untuk  bangsa  yang  bertindak.  Dampak  hukum  eksternal  ialah  dengan  perbuatan  itu  artinya  bangsa  yang  berkaitan  sudah  mendapatkan segala tanggung jawab yang diamanahkan. Adapun dampak hukum internal ialah tanggung jawab  untuk  bangsa  yang  berkaitan  guna  memberikan  perubahan  kebijakan  nasional miliknya  sehingga  sejalan  pada  ketetapan-ketetapan  pada  kesepakatan  internasional  yang berkaitan.  Sejak berdirinya WTO hingga tahun 2022, diketahui terdapat 614 kasus yang telah ditangani oleh WTO. Isu-isu yang biasanya menjadi subjek sengketa di WTO merupakan pelanggaran prinsip-prinsip dasar WTO.

Sebagai  tanduk  WTO,  Mekanisme Peyelesaian Sengketa/ DSM (Dispute Settlement Mechanism) diharapkan  bisa  menjadikan  bangsa-bangsa  keanggotaannya takut  melakukan  pelanggaran  ketetapan  yang  sudah  diputuskan.  DSM  adalah  komponen penting  untuk  mengimplementasikan  rasa  aman  serta  keterdugaan  sistem  perdagangan multiteral. Pada  Final  Act  sudah  disepakati  bahwasanya  bangsa-bangsa  keanggotaan  WTO tidaklah  akan mengimplementasikan  “hukum  rimba”  melalui  jalur  pengambilan  kegiatan unilateral  pada  bangsa  yang  dirasa  sudah  melakukan  pelanggaran  kebijakan  perdagangan multiteral.  Tiap  pelanggaran  wajib  dituntaskan  dengan  DSM,  yang  diputuskan  dalam  bulan April 1994. Penuntasan persengketaan secara segera amat urgent untuk kefektifan peranan WTO. Hanya anggota WTO yang dapat menyelesaikan sengketa melalui Dispute Settlement Body: Sekretariat WTO, observer, organisasi internasional, pemerintah daerah, tidak dapat membawa permasalahannya ke WTO. Mekanisme penyelesaian sengketa WTO berlaku untuk semua permasalahan yang dibawa berdasarkan mayoritas perjanjian WTO.

 Tahap Penyelesaian Sengketa WTO :

  1. Konsultasi 60 Hari
  2. Litigasi 9-12 Bulan
  3. Implementasi 15-16 Bulan

 

  • Dispute Settlement Understanding (DSU)

Tujuan dari pembentukan sistem penyelesaian sengketa WTO adalah untuk memberikan solusi positif bagi sebuah masalah. Oleh karena itu DSU menyarankan para pihak untuk dapat menyelesaikan permasalahannya melalui metode yang disetujui oleh kedua belah pihak terlebih dahulu. Konsultasi (Consultation) diharuskan dalam proses penyelesaian permasalahan antara kedua belah pihak yang bersengketa sebelum permasalahan dibawa ke panel. Terdapat tiga gugatan yang biasanya diajukan yaitu : pelanggaran komitrmen negara anggota di WOT, pihak yang dirugikan dari perlakuan oleh suatu negara yang perlakuan kebijakan tersebut, dan komplain.

  • Bentuk Penyelesaian Sengketa :
  1. Penyelesaian Yudisial
  • Dispute Settlement Body : Panel dan Appellate Body
  • Arbitrase

 

    2. Penyelesaian Diplomatik

Konsultasi, Mediasi, Jasa Baik, Konsiliasi

Pada awalnya, apabila terjadi permasalahan, negara akan membawa ke working parties yang terdiri dari perwakilan dari negara2 dan selalu mengikutsertakan pihak yang bersengketa : Bentuk lain dari mediasi dan menghasilkan report yang berisi rekomendasi lalu diberikan pada GATT Council sebagai perwakilan negara anggota.

Dalam Pasal 22 dan 23 GATT 1947 tertulis apabila terjadi permasalahan, diusahakan untuk melakukan konsultasi apabila tidak berhasil, permasalahan dibawa ke CONTRACTING PARTIES. Penyelesaian sengketa di GATT 1947 yang lebih bersifat power based, sistem penyelesaian sengketa WTO lebih bersifat rule-based. Penyelesaian sengketa yudisial (adjudicatory) di WTO seperti peradilan internasional pada umumnya. Putusan (rulings and recommendations) bersifat mengikat dan harus ditaati.

 Tantangan dan kontroversi dalam perdagangan internasional?

Berdasarkan hasil pengujian beberapa jurnal menunjukan bahwa faktor exchange rate, tingkat inflasi, government effectiveness, dan trade openness berpengaruh terhadap perdagangan internasional. Perdagangan internasional yang fluktuatif karena terjadi perubahan pada faktor nilai tukar, inflasi, government effectiveness serta trade openness. Faktor nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perdagangan internasional mengandung arti bahwa pada saat rupiah mengalami kenaikan terhadap dolar Amerika, maka perdagangan internasional mengalami penurunan, atau sebaliknya. Nilai perdagangan internasional Indonesia merupakan selisih antara nilai ekspor dan impor. Pada saat nilai tukar rupiah menurun ekspor Indonesia mengalami kenaikan sementara impor komoditi bahan baku tertentu tetap karena adanya ketergantungan.

Doha Development Agenda yang merupakan peraturan perundingan perdagangan multilateral yang cukup terkenal dibawah naungan WTO. Terkait dengan Doha Development Agenda, KTM Doha pada tahun 2001 memandatkan negara anggota untuk melakukan putaran perundingan dengan tujuan membentuk tata perdagangan dengan mengurangi hambatan perdagangan diseluruh dunia atau perdagangan bebas dan memajukan perdagangan global. Proses perundingan DDA tidak berjalan mulus. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan posisi runding di antara negara anggota terkait isu-isu sensitif, khususnya pertanian. Setelah mengalami sejumlah kegagalan hingga dilakukan “suspension” pada bulan Juni 2006, proses perundingan secara penuh dilaksanakan kembali awal Februari 2007.

Target Program Kerja WTO di tahun 2011 adalah 9 (sembilan) Komite/Negotiating Groups diharapkan mengeluarkan “final texts” atau teks modalitas yang akan menjadi dasar kesepakatan single undertaking Putaran Doha pada bulan April 2011. Selanjutnya, kesepakatan atas keseluruhan paket Putaran Doha tersebut diharapkan selesai pada bulan Juli 2011; dan pada akhirnya seluruh jadwal dan naskah hukum kesepakatan Putaran Doha selesai (ditandatangani) akhir tahun 2011. Namun target tersebut tampaknya sudah terlampaui batas waktunya dan belum ada perubahan terhadap Program Kerja yang ada. Dalam Bali Ministerial declaration pada tanggal 7 Desember 2013 untuk pertama kalinya menjawab hambatan-hambatan birokratik dalam perdagangan walaupun topik ini merupakan sebagian kecil dari agenda Putaran Doha. Hingga 2014, masa depan DDA belum dapat diketahui hingga sekarang.

Seperti pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke 13 pada bulan Maret 2024 Para anggota WTO sepakat mengadopsi Deklarasi Menteri Abu Dhabi. Dalam deklarasi itu, terdapat komitmen untuk melestarikan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral guna merespons tantangan perdagangan saat ini. Deklarasi tersebut menekankan pentingnya dimensi pembangunan dalam kerja WTO, mengakui peran sistem perdagangan multilateral dalam berkontribusi terhadap pencapaian agenda PBB 2030 serta tujuan pembangunan berkelanjutan.

Pengenaan bea masuk atas barang digital masih terkendala moratorium yang terus diperpanjang dalam KTM WTO 1998. Negara maju memandang pengenaan bea masuk atas barang digital justru berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar dalam perekonomian Sedangkan negara berkembang termasuk Indonesia menyuarakan penghentian moratorium karena menilai kesepakatan tersebut menghilangkan potensi penerimaan negara secara signifikan.

Tantangan WTO hingga saat ini berkaitan dengan perubahan ekonomi global dan geopolitik, Anggota WTO belum dapat menyepakati aturan baru mengenai pertanian, hal tersebut dikarenakan adanya konflik kepentingan antara negara berkembang dan negara maju seperti yang terjadi pada Doha Development Agenda dan pertemuan KTM  WTO ke 13 diatas.

 

Sumber Hukum: 

KTM WTO 2024 : Moratorium Bea Masuk Barang Digital Diperpanjang 2 Tahun. https://news.ddtc.co.id/ktm-wto-2024-moratorium-bea-masuk-barang-digital-diperpanjang-2-tahun-1801024%20diakses%2028%20April%202024 , diakses 28 April 2024.

Advertisements